Kamis, 14 Oktober 2010

Pelukan Kasih Tuhan

Ada seorang pengembara
yang sangat ingin melihat
pemandangan yang ada di
balik suatu gunung yang
amat tinggi. Maka
disiapkanlah segala
peralatannya dan
berangkatlah ia. Karena
begitu beratnya medan yang
harus dia tempuh, segala
perbekalan dan
perlengkapannya pun habis.
Akan tetapi, karena begitu
besar keinginannya untuk
melihat pemandangan yang
ada di balik gunung itu, ia
terus melanjutkan
perjalannya. Sampai suatu
ketika, ia menjumpai semak
belukar yang sangat lebat
dan penuh duri. Tidak ada
jalan lain selain ia harus
melewati semak belukar itu.
Pikir pengembara itu "Wah,
jika aku harus melewati
semak ini, maka kulitku pasti
akan robek dan penuh luka.
Tapi aku harus melanjutkan
perjal anan ini."
Maka pengembara itupun
mengambil ancang-ancang
dan ia menerobos semak itu.
Ajaib, pengembara itu tidak
mengalami luka goresan
sedikitpun. Dengan penuh
sukacita, ia kemudian
melanjutkan perjalanan dan
berkata dalam hati
"Betapa hebatnya aku.
Semak belukarpun tak mampu
menghalangi aku."
Selama hampir 1 jam lamanya
ia berjalan, tampaklah di
hadapannya kerikil-kerikil
tajam berserakan. Dan tak
ada jalan lain selain dia
harus melewati jalan itu. Pikir
pengembara itu untuk kedua
kalinya
"Jika aku melewati kerikil ini,
kakiku pasti akan berdarah
dan terluka. Tapi aku tetap
harus melewatinya."
Maka dengan segenap
tekadnya, pengembara itu
berjalan. Ajaib, ia tak
mengalami luka tusukkan
kerikil itu sedikitpun dan
tampak kakinya dalam
keadaan baik-baik saja.
Sekali lagi ia berkata dalam
hati : "Betapa hebatnya aku.
Kerikil tajampun tak mampu
menghalangi jalanku."
Pengembara itupun kembali
melanjutkan perjalanannya.
Saat hampir sampai di puncak
gunung itu, ia kembali
menjumpai rintangan. Batu-
batu besar dan licin
menghalangi jalannya, dan
tak ada jalan lain selain dia
harus melewatinya. Pikir
pengembara itu untuk yang
ketiga kalinya : "Jika aku
harus mendaki batu-batu ini,
aku pasti akan tergelincir
dan tangan serta kakiku
akan patah. Tapi aku ingin
sampai di puncak itu. Aku
harus melewatinya."
Maka pengembara itupun
mulai mendaki batu itu dan
ia...tergelincir. Aneh, setelah
bangkit, pengembara itu
tidak merasakan sakit di
tubuhnya dan tak ada
satupun tulangnya yang
patah.
"Betapa hebatnya aku. Batu-
batu terjal inipun tidak dapat
menghalangi jalanku."
Maka, iapun melanjutkan
perjalanan dan sampailah ia
di puncak gunung itu. Betapa
sukacitanya ia melihat
pemandangan yang sungguh
indah dan tak pernah ia
melihat yang seindah ini.
Akan tetapi, saat
pengembara itu membalikkan
badannya, tampaklah di
hadapannya sosok manusia
yang penuh luka sedang
duduk memandanginya.
Tubuhnya penuh luka
goresan dan kakinya penuh
luka tusukan dan darah. Ia
tak dapat menggerakkan
seluruh tubuhnya karena
patah dan remuk tulangnya.
Berkatalah pengembara itu
dengan penuh iba pada
sosok penuh luka itu :
"Mengapa tubuhmu penuh
luka seperti itu? Apakah
karena segala rintangan
yang ada tadi? Tidak
bisakah engkau sehebat aku
karena aku bisa melewatinya
tanpa luka sedikitpun?
Siapakah engkau
sebenarnya?"
Jawab sosok penuh luka itu
dengan tatapan penuh
kasih : "Aku adalah Tuhanmu.
Betapa hatiKu tak mampu
menolak untuk menyertaimu
dalam perjalanan ini,
mengingat betapa inginnya
engkau melihat keindahan ini.
Ketahuilah, saat engkau
harus melewati semak
belukar itu, Aku memelukmu
erat supaya tak satupun duri
merobek kulitmu. Saat kau
harus melewati kerikil tajam,
maka Aku menggendongmu
supaya kakimu tidak
tertusuk. Ketika kau
memanjat batu licin dan
terjatuh, Aku menopangmu
dari bawah agar tak satupun
tulangmu patah. Ingatkah
engkau kembali padaKU?"
Pengembara itupun terduduk
dan menangis tersedu-sedu.
Untuk kedua kalinya, Tuhan
harus menumpahkan
darahNya untuk suatu
kebahagiaan.
Kadang, kita lupa bahwa
Tuhan selalu menyertai &
melindungi kita.
Kita lebih mudah ingat betapa
hebatnya diri kita yang
mampu melampaui segala
rintangan tanpa menyadari
bahwa Tuhan bekerja di
sana. Dan sekali lagi, Tuhan
harus berkorban untuk
keselamatan kita. Maka,
seperti Tuhan yang tak
mampu menolak untuk
menyertai anakNya,
dapatkah kita juga tak
mampu menolak segala
kasihNya dalam perjalanan
hidup kita dan membiarkan
tanganNya bekerja dalam
hidup kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar